????!!!!

 Sunday, December 28, 2008

Read more...

Afghanistan, Islam Radikal, dan Nick Danziger

 Monday, October 20, 2008

Judul postingan kali ini mungkin kelewat 'wah'... Sebetulnya saya baru saja membaca kisah sejati tentang seorang wartawan foto kenamaan asal Inggris, Nick Danziger yang mengadopsi anak-anak korban perang dari Afghanistan. Kisah tsb. saya baca dari majalah Femina edisi tahun 1999...

Dulu, Ibu saya berlangganan Femina sejak tahun 80-an hingga akhirnya berhenti berlangganan tahun 2003an.. Dan kami masih menyimpan tumpukan sisa-sisa majalah Femina yang tak kami jual atau berikan pada orang lain.. Biasanya kami membacanya kembali di saat-saat luang atau bahkan tidak sama sekali..

Dan, kisah sejati tentang pria Inggris yang mengadopsi tiga bocah malang asal Afghanistan ini sebetulnya bukan yang pertama kalinya saya baca. Hanya saja kali ini koq ada 'perhatian' lebih... Mungkin karena ingatan akan carut marutnya Afghanistan melekat cukup dalam setelah membaca novel "The Kite Runner" belum lama ini; Perang saudara, terorisme, ledakan bom dan senjata api di mana-mana, kemiskinan, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, fanatisme yang buta.. hmm.. Itulah beberapa kelumit cerita pahit tentang Afghanistan yang selama ini saya tahu baik dari novel, film, atau pun berita dari media massa.





Kembali saya hanyut dalam kisah pilu dari Afghanistan lewat kisah sejati Nick Danziger yang dikisahkan kembali oleh majalah Femina itu..

Sebagai wartawan foto, Nick Danziger telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk keliling dunia memotret berbagai kejadian penting dari segala penjuru. Tak tanggung-tanggung, tanah yang penuh dengan konflik peperangan pun ia jejaki, salah satunya Afghanistan.

Saat bertugas di tanah persembunyian Osama bin Laden itulah, Nick bertemu dengan tiga bocah malang asal setempat. Mereka adalah kakak beradik Khadija dan Farishta, serta seorang anak lelaki bernama Satar. Khadija dan Farishta adalah penghuni rumah penampungan anak-anak yatim piatu di Kabul. Kondisi penampungan itu amat memprihatinkan. Bersama 14 anak lain yang usianya antara 2 sampai 12 tahun, mereka hidup berhimpitan di ruangan kecil itu. Kekurangan makanan dan obat-obatan. Di negeri yang sedang bergejolak karena peperangan itu juga lah mereka menghabiskan waktunya dalam ketakutan.

Khadija dan Farishta harus berhenti sekolah saat mereka menginjak usia 8 tahun, hanya karena mereka berjenis kelamin perempuan. Sedangkan Satar tak bersekolah karena ia cacat folio.

Pertama kali Nick bertemu Khadija dan Farishta tahun 1989. Waktu itu Khadija masih berusia 4 tahun dan Farishta 2,5 tahun.

Tahun 1990, ketika Presiden Najibullah didukung Sovyet yang sedang berkuasa, Nick sempat membuat rumah singgah (dibantu Palang Merah Norwegia, Dalai Lama, dan Putri Sadruddin Aga Khan, serta masyarakat internasional yang terketuk hatinya) sebagai tempat tinggal anak-anak yatim piatu. Nick mengusahakan sedemikian rupa agar rumah tersebut aman bagi anak-anak malang itu, karena peperangan di luar sana begitu menakutkan. Barulah Satar kemudian datang ke rumah tsb. diantar oleh seseorang. Satar telah ditelantarkan ayahnya karena cacat, dan ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya.

Saat tak sedang bertugas Nick selalu kembali mengunjungi Afghanistan. Meski lahir dan berkantor di Inggris, Nick yang saat itu masih lajang sesungguhnya tak memiliki rumah di tanah kelahirannya itu. Setiap cuti, ia pun terbang ke Afghanistan mengunjungi anak-anak malang itu. Nick berusaha mencarikan orang tua asuh bagi mereka. Dan satu demi satu, anak-anak itu pun mendapatkan orang tua asuh.. kecuali Khadija, Farishta dan Satar. Mereka seperti anak-anak yang tak diinginkan. Pada akhirnya Nick pun berhenti mencarikan orang tua asuh bagi mereka. Ia memutuskan untuk mengurusnya sendiri ditemani beberapa temannya dari Palang Merah Inggris.





Tahun pertama Nick hidup bersama ketiga anak itu, tak pernah terbayangkan olehnya suatu hari nanti ia akan mengadopsi mereka dan membawanya keluar dari Afghanistan. Nick adalah seorang nomaden, ia tak pernah menetap di satu tempat. Dirinya mengaku kurang punya rasa tanggung jawab terhadap orang lain, ia terbiasa hidup sendiri. Waktunya habis di luar negeri dan di atas pesawat terbang. Baru saja tiba di Kabul, ia sudah mendapat tugas ke Paris. Dari Paris, ia mesti terbang ke Kurdhistan, lalu ke Guatemala. Tapi sejauh-jauhnya pergi, Nick selalu berkeinginan kembali ke Afghanistan untuk bertemu teman-temannya dan ketiga anak asuhnya itu.

Dua tahun kemudian, keadaan menjadi lebih buruk bagi Khadija, Farishta dan Satar.. Kelompok Mujahidin mengambil alih Kabul. Masyarakat Afghanistan menjadi terpecah belah, tembak menembak jadi pemandangan sehari-hari. Sepuluh ribu orang terbunuh dan terluka, ratusan ribu penduduk mengungsi meninggalkan ibukota. Kelompok Mujahidin itu pun sempat mengobrak-abrik rumah Nick dan teman-temannya yang dulu aman menampung anak-anak malang itu. Hingga akhirnya rumah itu pun diambil alih untuk dijadikan markas Mujahidin. Dan Ketiga anak malang itu pun harus kembali ke rumah lamanya, asrama yatim piatu yang menyedihkan itu. Mereka tinggal di sana selama 20 hari. Beberapa kali mereka menyaksikan peristiwa tragis di hadapan matanya sendiri; orang dibunuh dan disiksa, perempuan diperkosa.. dan seorang teman mereka yang buta ditembak karena berusaha melarikan diri.

Saat malam tiba, mereka hanya tidur dengan selimut tipis di tengah deru angin dingin yang berhembus dari jendela yang ditutup plastik tipis karena kacanya pecah. Tak ada lagi tawa ceria, mereka semakin pendiam. Setiap diajak bicara, yang keluar hanyalah mimpi-mimpi mereka.. Khadija ingin memiliki gaun yang indah dan boneka yang lucu, Farishta ingin memiliki kursi dan sebuah boneka, sedangkan Satar bercita-cita menjadi dokter atau guru. Nick lantas tersentuh hatinya, ia tak tahan dengan penderitaan mereka. Tiba-tiba saja terbersit keinginannya untuk membawa mereka keluar dari peperangan itu.

Nick kemudian mendiskusikan keinginannya itu dengan orang tuanya di Inggris, teman-temannya yang orang Afghanistan, serta teman-teman sesama orang asing yang tinggal di Afghanistan. Upaya merealisasikan keinginannya itu tentu saja tak mudah.. maka Nick pun meminta pertolongan Presiden Afghanistan, Prof. Rabbani. Gayung pun bersambut.. Prof. Rabbani menyambut baik keinginannya dan berjanji akan membantunya.

Maret 1995, Khadija, Farishta, dan Satar keluar dari rumah yatim piatu. Mereka masing-masing mendapat uang 10.000 ribu Afghanis yang hanya bisa membeli beberapa potong roti saja. Mereka pun tak membawa secuil pakaian kecuali yang mereka pakai..

Bulan September 1995, bersama sahabatnya yang bekerja di Palang Merah, Nick membawa ketiga anak malang itu berlibur ke Desa Panjshir, sebelah Utara Kabul.. Dua minggu kemudian Nick kembali ke Inggris. Ia belum bisa membawa serta ketiga anak itu, karena dokumennya belum selesai.. namun akhirnya penantian itu pun berakhir, Nick dapat membawa mereka keluar dari Afghanistan dibantu teman-temannya dari berbagai negara.. Nick memutuskan untuk tinggal bersama ketiga anak adopsinya itu di lingkungan yang tidak rasialis.. dan ia pun memilih menetap di Monaco sebagai Negara yang memenuhi semua kriterianya itu..

Di saat luang, kedua anak gadis itu senang berenang.. Farishta lebih senang berenang di laut daripada di kolam renang.. Saat pertama kali ketiga anak itu melihat laut, tiga pasang mata mereka tak lepas memandangnya.. Negeri mereka memang tidak berbatasan dengan laut.. Farishta bahkan sempat bertanya pada Nick dengan penuh antusias, "Daddy, siapa yang mendorong air laut itu sampai bergulung-gulung begitu?"

Begitulah kisah manis akhirnya dapat mereka rengkuh selepas dari jeratan Afghanistan melalui ketulusan hati Nick dibantu teman-temannya dari dunia Internasional.. Dan, setelah sekian lama melajang, kini Nick ternyata sudah menikah dan memiliki anak-anak biologisnya..





Terlihat di foto atas, Khadija (kiri) kini sudah dewasa.. (Foto yang saya lihat di majalah Femina yang saya baca itu, Khadija masih berumur 12 tahun)

Kisah pilu mereka berakhir, tapi Afghanistan masih carut marut.. Kelompok fundamentalis telah menggadaikan akal sehat, kedamaian dan kesejahteraan umat demi harga yang tidak sepadan.. Pada akhirnya carut marut Afghanistan hanya menjadi objek kepentingan pihak tertentu.


pics taken from : pic. 1, pic. 2, pic. 3, pic. 4


Read more...

Gay, Lesbian, dan Posmodernisme

 Friday, July 25, 2008



Posmodernisme adalah gerakan kebudayaan pada umumnya yang dicirikan oleh penentangan terhadap totalitarianisme dan universalisme, serta kecenderungannya ke arah keanekaragaman, ke arah melimpah-ruah dan tumpang-tindihnya berbagai citraan dan gaya, sehingga menimbulkan fragmentasi, kontradiksi dan pendangkalan makna kebudayaan.

Salah satu ciri posmodernisme adalah keberadaan gender yang tak lagi dibagi menjadi dua golongan; "wanita" dan "laki-laki", tetapi ada juga "gay", serta "lesbian". Fenomena tsb. kini makin kentara bagaimana kaum homosexual memperjuangkan existensinya sebagai makhluk yang juga "normal" seperti halnya kaum yang diberi label "perempuan" dan "laki-laki".

Kaum homoseksual -yang dalam kebudayaan "formal" (kalo boleh saya bilang) dan juga perspektif agama apa pun dipandang sebagai anomaly dan "dosa"- kini makin gencar menuntut haknya untuk diperlakukan dan dipandang sama normalnya dengan kaum normal lainnya; "perempuan" dan "laki-laki". Tuntutan itu juga tak hanya disuarakan oleh kaum homoseksual saja, tapi juga oleh kaum heteroseksual baik "laki-laki" maupun "perempuan". Sebagian dari mereka itu yang notabene kaum "normal" turut memperjuangkan hak hidup kaum homoseksual yang notabene "tidak normal" untuk diperlakukan sama, tidak didiskriminasi.

"The Oprah Winprey Show" misalnya, dalam salah satu episodenya pernah menyajikan topik seputar homoseksual atau transgender. Episode tsb. mengisahkan bagaimana seorang ayah yang beralih gender menjadi seorang wanita, sehingga anak-anaknya kini tak lagi memiliki seorang Ibu melainkan dua orang Ibu biologis!! Selain itu ada juga perempuan-perempuan patah hati mendapati pengakuan kekasih hatinya -pria tampan dan macho- yang ternyata menyukai sesama jenis. Atau seorang Ibu yang mendapati putri kesayangannya yang saat beranjak remaja menyadari dirinya seorang lesbian, dan banyak lagi kisah homoseksual lainnya. Adapun Nate, pria tampan dan ramah yang ahli menata rumah yang kerap dijadikan nara sumbernya Oprah adalah juga seorang gay.

Oprah tentu saja menyajikan topik itu karena punya muatan kontroversial. Sesuatu yang kontroversial tentu saja santapan lezat buat media massa. Tapi, ada apa di balik semua suguhan kontroversial itu selain untuk menaikkan rating dan mendulang duit?
Tentu suguhan tsb. merupakan salah satu cara menunjukkan pada khalayak akan keberadaan kaum homoseksual. Mereka exist loo! Lalu, sikap dan tindakan seperti apa menghadapi realitas ini? Tentu saja kita mesti arif dan bijaksana -ditinjau dari berbagai perspektif- dalam menghadapi realitas yang kontroversial tsb. bukan?

Hmm... kebudayaan bisa jadi memang bisa dicampur-aduk, tumpang-tindih, direka-reka, berubah dari waktu ke waktu. Mengutip tulisannya Yasraf Amir Pilliang dalam buku "Sebuah Dunia yang Dilipat" bahwa riuh rendah euphoria budaya yang ditawarkan dunia baru tsb, warna-warni citraan yang disuguhkannya... Dunia baru ini tak ubahnya seperti hologram raksasa, yang menyuguhkan jutaan warna dan jutaan citra yang tampak nyata…

Read more...

why don't we..

 Tuesday, June 03, 2008

Ebony And Ivory Live Together In Perfect Harmony
Side By Side On My Piano Keyboard, Oh Lord, Why Don't We?

We All Know That People Are The Same Where Ever You Go
There Is Good And Bad In Ev'ryone,
We Learn To Live, We Learn To Give Each Other
What We Need To Survive Together Alive.

Ebony And Ivory Live Together In Perfect Harmony
Side By Side On My Piano Keyboard, Oh Lord Why Don't We?
Ebony, Ivory Living In Perfect Harmony
Ebony, Ivory, Ooh

Read more...

Ketika Tendangan Maut dan Bogem Mentah FPI Membabi Buta..

 Sunday, June 01, 2008

Lagi-lagi kekerasan…

Tak ada yang lebih memprihatinkan dari sebuah aksi penyerangan yang sarat dengan kekerasan dilakukan oleh sebuah ormas yang mengatasnamakan Islam. Sungguh sungguh memprihatinkan menyaksikan bagaimana para anggota Front Pembela Islam melancarkan kekerasan terhadap para anggota Aliansi Kebebasan Beragama. Islam sebagai agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, dan perbedaan, digunakan sebagai penjustifikasian terhadap aksi brutalisme menyerang pihak yang tidak sepaham.

Bukankah Al-Quran menyerukan untuk tidak memaksa orang dalam urusan agama dan bahkan lebih mengutamakan sikap hormat dalam kehidupan beragama:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Q.S. 49:13

Seterdesak apakah gerangan para anggota FPI sehingga harus melakukan penyerangan yang sarat dengan kekerasan dan brutal seperti itu? Sungguh saya tidak menemukan alasan yang masuk akal di balik penyerangan brutal itu.

Muhammad sebagai Nabi junjungan umat Muslim di seluruh jagat raya tak pernah memberi ‘teladan’ seperti itu. Berkenaan dengan pluralisme, Nabi bersikap dengan suatu penghormatan kepada sesama seperti yang diperintahkan Tuhan. Sikap penghormatan itu didasarkan pada hubungan saling mengenal yang bersifat egaliter, hubungan yang bersifat horizontal dan setara. Hanya Tuhan yang mengetahui apa yang tersimpan di hati seseorang dan seberapa dalam kesalehan seseorang. (Tariq Ramadan)

Seperti halnya dengan tradisi spiritual dan keagamaan, seruan untuk bertemu, berbagi, dan hidup bersama harus selalu didasarkan pada tiga persyaratan berikut: berusaha mengenal satu sama lain, tetap bersikap tulus dan jujur selama bertemu dan berdebat, dan akhirnya, berusaha rendah hati menyangkut klaim kebenaran masing-masing. Itulah ajaran Nabi dalam berhubungan dengan orang-orang beriman dari agama lain. Ada pun argumentasi yang diketengahkan Nabi dilandasi oleh pengetahuan, ketulusan, dan kerendah hatian, yang menjadi tiga syarat penghormatan. (Tariq Ramadan)

Begitulah suasana co-exist tercipta di zaman Rasul. Perbedaan bukan dihadapi dengan aksi-aksi menyerang secara brutal dan tidak manusiawi.

Sungguh teramat memprihatinkan aksi kekerasan dan brutal semacam itu dilakukan atas nama Islam! Allah SWT tidak memerlukan “pembelaan” brutal seperti itu!

Read more...

Mahasiswa atau Preman???!!

 Thursday, May 29, 2008



Sebagai salah satu aksi demo menolak kenaikan BBM, gerombolan mahasiswa menyetop kendaraan plat merah yang kebetulan lewat di hadapan mereka. Beberapa di antaranya menaiki kap mobil, lalu menginjak-injak dan memukul-mukul badan mobil nahas itu sambil berteriak-teriak. Tak cukup begitu aksi corat-coret pun dilancarkan mereka dengan tak kalah beringasnya. Mobil yang dibeli dengan duit rakyat itu pun kini bergrafity. Tulisan “milik rakyat” tertera di hampir seluruh badan mobil.

Seorang bocah lelaki yang kebetulan berada di dalam mobil tsb. terlihat begitu shock dan ketakutan menyaksikan kakak-kakak mahasiswa (atau preman?) itu beraksi. Bocah itu duduk di depan, di samping pengemudi mobil, dengan sangat jelas ia melihat bagaimana kakak-kakak mahasiswa (atau preman?) itu melancarkan aksi premanisme-nya. Sang bocah hanya diam dalam ketakutannya yang amat sangat, mungkin ia berharap ‘mimpi buruk’ itu segera berakhir. Begitu pun dengan sang pengemudi, ia hanya diam dengan raut wajah menahan takut.

Demo pasca kenaikan BBM yang dilancarkan mahasiswa (atau preman?) kerap diberitakan di berbagai media. Alih-alih antusias menyimak malah makin bikin muak. Gatal rasanya jemari ini untuk segera memindahkan channel ke acara lain yang tidak sedang menyuguhkan berita seputar “wacky crazy actions” para mahasiswa (atau preman?) itu.
Kenaikan BBM sudah amat menyesakkan, kini aksi demo premanisme yang dilancarkan mahasiswa (atau premaan?) makin bikin perut mual. Apa gerangan yang ada di kepala mahasiswa-mahasiswa (atau premaaannn?) itu???!!! Jujur, bahkan sebetulnya saya enggan menyebut mereka “mahasiswa”.

Lhaa.. “mahasiswa” koq begitu?

Setahu saya, saat jadi mahasiswa dulu, ada banyak bahan bacaan yang membuat kita merenungkan kehidupan ini, salah satunya menghindarkan diri dari kebodohan yang menyulut aksi premanisme yang menyengsarakan sesama umat manusia lainnya (yang nyata-nyata nggak berdosa). Ilmu itu sarat dengan etika dan moral koq.. lha perguruan tinggi itu kan gudangnya ilmu toh? Nah kalo liat mahasiswa bertindak ala preman seperti itu?? Apa lembaganya yang musti dipertanyakan? Di mana integritas tempat bernama “perguruan tinggi” itu?? Hellloooo??!!!

Ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau hanya menghasilkan tindakan-tindakan brutal macam preman seperti itu. Kalau cuma bisa berdemo ala preman macam begitu sih nggak perlu sekolah tinggi-tinggi, preman kelas teri yang biasa malak di stasiun-stasiun juga bisa.. nggak perlu mengecap bangku kuliah.. Lagipula apa bedanya yang didemo dengan yang mendemo kalo sama-sama menyengsarakan umat.

Mbok ya para mahasiswa berdemolah dengan cerdas, pake akal sehat bukan dengkul.. Kalau sekedar pamer aksi premanisme begitu doang, trust me, kalian hanya buang-buang duit (ortu) aja.. Memang bukan rahasia umum bahwa selulus kuliah nyari kerja itu bisa jadi nggak gampang, tapi toh nggak lantas kalian jadi ‘keledai’ koq!! Kalau pun nantinya jadi pengangguran sesaat, tapi kalau moral dan etika masih bersemayam dalam diri kalian, seorang pejabat dengan pangkat tinggi sekali pun kalau dia korup maka ia tak lebih dari cecunguk yang siap ‘diinjak-injak’ (tanpa perlu diinjak beneran) kaki siapa saja, bahkan kaki seorang pengangguran yang nggak pernah berhenti berusaha..

Kamu mahasiswa bukan sih???!!!!

Read more...

TEBING TAK TAMPAK, JURANG TAK TAMPAK

 Saturday, February 23, 2008

...saya tantang mereka untuk dua hal. Yang pertama kalau aktris dalam film seks itu pemerannya ibu, istri, anak, saudara perempuan atau keponakan perempuan mereka dan bukan aktris lain. Bagaimana perasaan mereka? Tak dijawab. Kepada novelis saya tantang bagaimana jika tokoh dalam novel mereka itu yang melakukan seks bebas itu ibu, anak perempuan,saudara perempuan, atau keponakan kalian. Kemudian buat acara. Bacakan novel itu di tengah keluarga dan lihat bagaimana reaksi mereka? Juga tak dijawab.

Itu adalah cuplikan jawaban penyair besar Indonesia Taufiq Ismail dalam sebuah wawancara dengan wartawan Republika (Siti Darojah Sri Wahyuni dan Amin Madani) yang dimuat di Koran Republika (juga on line) Rabu, 20 Februari 2008 terkait dengan Sidang Mahkamah Konstitusi yang membahas permohonan para sineas muda terkait UU tentang perfilman, utamanya terkait tentang sensor film.

Berikut saya kutipkan hasil wawancara tsb. selengkapnya (plus puisi karya beliau) agar kiranya dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua yang peduli terhadap masa depan bangsa ini.. Semoga bermanfaat!


TEBING TAK TAMPAK, JURANG TAK TAMPAK
(Taufiq Ismail)

Untuk Anak-anak Muda Sineas,
Yang Ingin Bebas Tanpa Batas

Di tepi desa kami ada sebuah tebing yang curam
Menghadap ke jurang yang dalam
Di atas tebing itu ada tanah datar lumayan luasnya
Di sana anak-anak kecil bisa bermain-main leluasa
Berkejar-kejaran, melompat-lompat ke sini dan ke sana
Berteriak-teriak, menjerit-jerit dan tertawa-tawa


Karena penduduk desa cinta pada anak-anak mereka
Masih waras dan tak mau anak-anak celaka
Termasuk juga untuk orang-orang dewasa
Maka di tepi tebing dibikinkan pagar sudah lama
Terbuat dari kayu, tua, terbatas kekuatannya
Agar tidak ada yang kepleset terjatuh ke jurang sana


Tebing itu lima puluh meter tingginya
Batu-batu besar bertabur di dasarnya
Semak dan belukar di tepi-tepinya
Hewan buas dan ular penghuninya
Kalau orang terjatuh ke dalamnya
Akan patah, cedera, cacat dan gegar otaknya


Nah, pada suatu hari
Ada anak-anak ABG berdemonstrasi
Menuntut yang menurut mereka sesuatu yang asasi
Dengan nada yang melengking dan tinggi
Tangan teracung, terayun ke kanan dan ke kiri
Dalam paduan suara yang diusahakan harmoni


"Kami menolak pagar tebing, apa pun bentuknya
Kami menuntut kebebasan sebebas-bebasnya
Bermain, melompat-lompat ke sini dan ke sana
Berkejar-kejaran tak ada batasnya
Apa itu pagar? Kenapa dibatas-batasi?
Tubuh kami ini hak kami
Kami menggunakannya semau hati sendiri
Apa itu pembatasan?
Konsep kuno, melawan kemerdekaan
Cabut itu pagar, semuanya robohkan!"

Demo berlangsung, hiruk-pikuklah terdengar suara
Heboh seantero kampung dan desa
Orang-orang bertanya, ini ada apa
Kok jadi tegang suasana
Barulah situasi jadi agak reda, karena
Ternyata yang berdemo itu, anak-anak rabun dan buta

"Saudara-saudara, ABG-ABG ini jangan dicerca
Mereka punya kelainan dalam instrumen mata
Banyak yang rabun, mungkin juga buta
Kena virus datang dari kota, luar desa kita
Konsep tebing dan jurang, tak masuk akal mereka
Tak tampak bahaya kedua-duanya
Beritahu mereka baik-baik, sabar-sabar senantiasa
Masih banyak urusan lain di desa kita."


Bagaimana Anda bisa terlibat dalam uji materil di MK tentang lembaga sensor film?
Keterlibatan saya di dalam sidang MK itu karena diminta oleh Badan Sensor Film. MK merespons permohonan sejumlah sineas muda untuk meninjau materi tentang sensor. Saya menerimanya karena melihat diktum-diktum yang dituntut sineas muda itu yaitu kebebasan dalam berkreasi itu sudah melampau, sudah berlebihan.

Nah, saya bukan pakar di bidang hukum. Jadi ketika dalam sidang tersebut saya menyampaikan suatu konstatasi bahwa sekarang di tengah masyarakat, dalam masa sesudah 1998 atau masa reformasi terjadi bukan saja perubahan politik tapi juga arus besar yang digerakkan oleh budaya permisif dan adiktif di Tanah Air kita. Tak ada sosok dan organisasinya tapi kerja samanya itu mendunia, kapital raksasa mendanainya, landasan ideologinya neoliberalis dengan banyak media massa jadi pengeras suaranya. Menurut saya ada sepuluh komponen dalam gerakan ini yang jaring pengikatnya adalah syahwat atau seks. Saya menyebutnya Gerakan Syahwat Merdeka.


Apa saja sepuluh komponen itu?
Mereka adalah praktisi sehari-hari seks liar baik yang gratis karena sama-sama suka atau membayar dalam jaringan prostitusi. Yang kedua pembuat film, produser dan pengiklan acara televisi syahwat yang acaranya ditonton 170 juta pemirsa. Ketiga, penerbit majalah dan tabloid mesum tanpa SIUP. Ke empat situs porno di internet. Di dunia ada 4,2 juta situs porno dan 100 ribu di antaranya di Indonesia.


Seorang pengamat sosial di AS berkata bahwa fenomena situs porno di negaranya seperti gelombang tsunami setinggi 10 meter dan melanda seluruh bangsa yang dilawan hanya dengan dua telapak tangan. Mereka saja tak berdaya sama sekali, apalagi kita di Indonesia. Yang kelima produsen dan pengecer VCD film biru di Indonesia. Sekarang Indonesia sorga besar pornografi yang paling murah di dunia. Dulu Rp 30 ribu dan sekarang Rp 3.000. Jumlah VCD bajakan juga tak diketahui pasti namun diperkirakan satu juta keping dalam setahun. Artinya tiap 25 detik satu keping diproduksi. Bukan hanya orang dewasa tapi anak SD dan SMP bebas membelinya.


Kemudian penerbit dan pengedar komik cabul yang sasarannya anak sekolah. Ketujuh penulis novel dan cerpen yang asyik dengan alat kelamin manusia. Terbanyak penulisnya perempuan. Saya memberi julukan mereka itu SMS atau sastra mazhab selangkang seangkatan dengan fiksi alat kelamin (FAK). Kedelapan produsen dan pengedar narkoba yang mencengkeram tiga juta anak dan 40 orang mati sehari karenanya. Beban ekonominya mencapai Rp 11 triliunan. Kesembilan pabrik minuman beralkohol yang menjualnya hingga ke desa-desa dan di kios-kios di depan sekolah dengan harga ribuan perak saja per botol kecil.


Yang berikutnya produsen dan penghisap nikotin. Sehari 156 orang mati karena menghisap karena 26 penyakit akibat nikotin. Mengapa rokok, alkohol dan narkoba saya masukkan ke dalam kelompok ini karena sifat adiktifnya dalam saraf manusia mirip betul dengan pornografi. Dan dalam interaksi antarmanusia yang permisif, antara seks, alkohol, narkoba dan nikotin susah dipisahkan.


Gelombang yang terjadi ini belum kita alami sebelum 1998. Kita lihat poliferasi atau penularan penyakit sifilis, gonorhea, dan HIV AIDS yang luar biasa. Siflis dan Gonorhea ada obatnya tapi HIV belum ditemukan obat yang manjur. Kita lihat juga ada perkosaan terhadap anak-anak kecil. Terjadi pagi hari saat mami dan papinya sudah berangkat kerja dan si embak sedang pergi ke pasar. Yang ada hanya anak lelaki tetangga berusia 9-10 atau tahun yang mengancam anak perempuan tadi saat memperkosa. Ini banyak sekali. Di ujung jalan, dari sepuluh gerakan dan hubungan seks tak wajar ini terjadi aborsi.


Menurut data FK Udayana setiap 15 detik satu bayi meninggal karena jumlahnya per tahun 2,3 juta. Ini pidato saya saat di Akademi Jakarta beberapa tahun silam.
Anak-anak pembuat film itu berada di depan. Dari judul-judulnya sudah nampak. Ada film berjudul 'Maaf Aku Menghamili Istri Anda' dan film yang diprotes Aa Gym itu 'Buruan Cium Gue'. Ada yang membuat saya geleng kepala. Sekarang beredar dengan judul 'Quickie Express'. Ini pasti dibuat oleh anak yang baru tahu bahasa Inggris.
Quickie itu janji kencan antara lelaki dan perempuan untuk berzina saat waktu dan tempat amat terbatas dan dilakukan cepat. Kalau orang tahu artinya dalam bahasa Inggris, pasti terkejut dengan judul film ini. Eh, malah ditambah kata 'Express'. Sudah sampai begitu. Ini anak-anak muda dan mereka pinter-pinter. Waktu saya sepuluh menit di MK. Jadi saya sampaikan puisi saya.

Apakah puisi itu ada dampaknya?
Saya kira ini memberi dampak yang bagus karena yang lain semua bicara soal hukum yang menjemukan. Puisi itu metafora dan simbolisme yang mudah ditangkap. Saya risau betul dengan keadaan ini. LSF sebagai lembaga sensor juga pekerjaanya tidak sempurna banyak kekurangan di sana dan sini. Tapi jangan dibubarkan. Jika dibatasi dengan ukuran jangka umur seperti tuntutan mereka itu, akan berantakan luar biasa kita ini. Sekarang saja kita sudah berantakan apalagi jika tak ada peraturan.

Mengapa tuntutan kebebasan itu banyak dari kalangan seniman?
Kebebasan datang di Indonesia setelah kita direpresi 39 tahun yakni 32 tahun pada Orde Baru dan tujuh tahun masa Orde Lama. Jadi start-nya itu tahun 1959. Ada dua tahun setelah 1965 yang cukup baik tapi disusul 32 tahun represi yang luar biasa di semua bidang politik budaya keamaan. Arus itu jebol tahun 1998 saat reformasi. Termasuk bidang seni budaya.


Tapi arus yang sedemikian parah ini apakah juga melanda negara tetangga seperti Malaysia?
Tidak. Demokrasi mereka tak seperti kita. Banyak orang cemburu dengan kita karena orang boleh bicara apa saja tanpa takut ditangkap. Di singapura dan Malaysia ada batas-batas karena masih ada Internal Security Act, seperti kita pada Orde Baru dan Lama. Sekarang bablas semua.


Kekeliruan kita adalah karena pada 1998 tidak ditaruh pancang-pancang untuk membendung air bah. Jika kita lihat pada 1999, 2000 tabloid-tabloid mesum luar biasa beredar. Yang mengiklankan seks itu juga luar biasa lengkap dengan nomor telepon, tempat dan alat-alatnya. Sudah tak ada lagi instrumen yang membatasi. Di bidang film sineas muda merasa masih ada yang membatasi. Kemudian mereka berkumpul dan inilah yang terjadi.


Banyak sineas mengatakan di luar negeri juga ada sensor. Lalu dari mana gagasan sineas muda ini menuntut kebebasan yang seluas-luasnya?
Ya itu tadi, karena air bah yang tujuh-delapan tahun mengalir deras. Mereka bertengger di atas air bah dan menuntut kebebasan yang lebih maksimal lagi. Mereka tak puas dengan yang ada sekarang dan menuntut yang lebih lagi.


Sebagai budayawan, bagaimana perasaan Anda dengan situasi ini?
Saya amat risau. Galau betul rasanya.

Jadi, kita seperti sedang kehilangan nasionalisme?
Ya. Banyak sekali nilai yang dilanggar dan semuanya melampau atau menjadi sangat ekstrem. Ini ciri orang neoliberal. Apa yang menghalangi mereka disebut sebagai tabu. Dan sebuah tindak kepahlawanan apabila tabu itu bisa didobrak. Mereka akan dapat tepuk tangan yang hebat. Nah peraturan ini dianggap sebagai tabu.

Kembali ke dunia film. LSF saja saat ini kelabakan karena bukan hanya film layar lebar tapi sinetron di televisi yang jumlahnya bukan lagi berpuluh tapi beratus-ratus. Mereka kelabakan dan menggapai-gapai. Jadi memang cara kerjanya harus diatur.


Apa ada kaitan dengan kegagalan pengajaran moral di sekolah?
Ini berangkai-rangkai. Dampak pengajaran agama di sekolah itu tak seberapa. Reformasi yang menjadi faktor utama. Amin Rais dan tokoh reformasi pasti tidak menyangka bahwa negara kita seperti ini jadinya. Ini membuat negara tetangga iri sekali.

Seorang teman di Malaysia menceritakan keheranannya. Kata dia di Indonesia itu kok yang suka berlucah-lucah (menulis kisah cabul) itu perempuan. Di Malaysia ada juga tapi lelaki. Mereka bertanya apa sebab? Saya katakan rasa malu yang sudah hilang. Mereka juga heran melihat novel-novel kita yaitu sastra mazhab selangkang yang asyik betul dengan syahwat, yang ketika keluar dipuja-puji dan diberi tepuk tangan. Maka itu dalam pidato saya sampaikan bagaimana membangkitkan rasa malu.


Bukankah karya sastra atau seni itu potret kehidupan masyarakat nyata?
Betul. Tapi, saya tantang mereka untuk dua hal. Yang pertama kalau aktris dalam film seks itu pemerannya ibu, istri, anak, saudara perempuan atau keponakan perempuan mereka dan bukan aktris lain. Bagaimana perasaan mereka? Tak dijawab.


Kepada novelis saya tantang bagaimana jika tokoh dalam novel mereka itu yang melakukan seks bebas itu ibu, anak perempuan,saudara perempuan, atau keponakan kalian. Kemudian buat acara. Bacakan novel itu di tengah keluarga dan lihat bagaimana reaksi mereka? Kemudian kumpulkan orang pengajian, guru, tokoh dan bacakan pula isi novel itu dan tunggu reaksi mereka. Juga tidak dijawab.


Kepada majalah porno yang modalnya dari AS saya tantang bagaimana jika modelnya itu anak perempuan, saudara, ibu, istri atau keponakannya. Juga tidak dijawab. Karena ini semua menyangkut malu. Jika orang ini tak malu pasti mereka sakit jiwa dan menjadi urusan psikiater. Kepada sineas yang membuat film alat kelamin ini saya tantang untuk membuat film tentang kemiskinan. Ada 30 juta penduduk Indonesia miskin dan 70 juta orang menganggur. Mereka tidak menjawab. Juga satu lagi tantangan saya buat film tentang kebodohan. Ada 13 juta anak Indonesia tidak bisa sekolah karena tidak mampu. Mau ke mana mereka nantinya. Ini problem besar yang harus dicarikan solusinya.


Sepertinya ini jadi konflik antara budayawan lama dan angkatan muda. Masih ada yang karyanya mencerminkan kebaikan?
Banyak sekali. Lihat Forum Lingkar Pena yang anggotanya ribuan dan cabangnya ratusan di daerah. Karya mereka baik tapi tidak tercover media massa. Bukan lantas saya pesimistis.


Nyatanya memang media cenderung neoliberal?
Ya, karena modalnya dari sana. Mereka di belakang gerakan syahwat merdeka yang di baliknya ada Amerika dengan nilai triliunan dan berkaitan dengan narkoba. Saya diceritakan film tentang perjalanan anak muda di Yogya. Mereka berhubundan seks menghisap narkoba dan ditunjukkan jelas bagaimana cara menggunakann alat hisap narkoba itu. Ini kan namanya kerja sama. Sepuluh komponen yang bekerja sama.

Apa yang Bapak lakukan untuk menghalau arus ini?
Saya mengingatkan. Itu kewajiban saya. Saya bicara kuantitatif dengan angka-angka untuk meyakinkan orang tentang aborsi, jumlah VCD. Saya bukan bagian dari bikrokrasi yang bisa memutuskan melalui kebijakan. Karena itu saya berterima kasih jika Republika masih mau menyuarakan ini.

Anak muda kita juga sepertinya tak lagi mengenal karya sastra lama yang menjadi bekal?
Betul. Itulah pengajaran sastra di sekolah harus sama-sama diperbaiki. Saya memang sudah mulai kegiatan Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB). Kami jalan ke 213 sekolah, 164 kota, dan membuat 133 sastrawan di 33 provinsi dan mencetak seratus aktor dan aktris. Ini untuk meningkatkan kebiasaan membaca buku, dan berlatih menulis dan apresiasi sastra. Bagaimana sekarang anak sekolah tidak membaca.


Ini perbandingan buku yang wajib dibaca dalam waktu tiga tahun di sekolah di mana disediakan buku di perpustakaan. Di Thailand Selatan siswa membaca lima judul, di Malaysia enam judul, Rusia 12, Kanada 13 judul, di Jepang 15, di Swis 15 judul dan Jerman 22, di Prancis 20 buku, Belanda 20, di Amerika 30 judul dan di Indonesia nol baik di desa-kota sejak 1983-2006.


Saya sedih mendengarnya karena harusnya mereka tahu Hamzah Fansuri, Amir Hamzah. Bukan salah mereka tapi sistem.

Dulu, saya hanya mengeritik dan menendang-nendang tapi kini saya menggerakkan dengan turun ke kota-kota. Ini saja sudah masalah besar sekarang datang lagi masalah ini. Saya juga baru kembali dari Padang, ada seorang wartawan membuat kuisoner tentang internet masuk sekolah. Hasilnya, 51 persen dari anak sekolah melihat situs porno.


Bayangkan itu akibat internet masuk sekolah. Itu anak usia 15-17 tahun melihat aurat yang tidak haknya. Tapi bukan hanya melihat tapi melihat bagaimana aurat itu difungsikan.
Tiga tahun lalu saya bicara dengan Menkominfor yang waktu itu masih Sofyan Jalil. Depdiknas dengan bangga mengumumkan internet masuk sekolah. Dalam hati saya katakan jangan-jangan aduh bahaya. Nanti jika saya ditanya, oleh Allah di Yaumul Hisab saya sudah katakan saya sudah menyampaikannya.

Read more...

Sang Jenderal..

 Tuesday, January 08, 2008



Tak bisa dipungkiri, jasa-jasa sang Jenderal terhadap bangsa ini tidak sedikit.. Meski akhirnya semua kesalahan yang pernah beliau lakukan juga menuai cerca, apalagi proses hukum juga berjalan tersendat.. Tentulah ini makin membuat geram siapa saja yang merindukan kebenaran dan keadilan.

Usia semakin senja, kesehatan pun makin menurun.. apalah arti hidup di dunia yang sebentar ini, toh kehidupan abadi sesungguhnya adalah nanti setelah mati.. Apakah sisa hidup yang mungkin tak lagi seberapa akan terus diisi dengan kelitan demi kelitan menghindari hukum keadilan di dunia.. padahal kebaikan hidup di dunia akan menjadi bekal di akherat kelak..

Tuhan sang Penguasa alam ini adalah juga sang Maha Pengampun.. Siapa saja umat manusia yang mengakui kesalahan atau kekhilafannya dan bertobat dengan sungguh-sungguh, maka Tuhan menjanjikan pengampunan yang tiada tara. Apa sesungguhnya yang didambakan dari kehidupan fana yang tak lama kita singgahi ini, selain tentunya kebaikan yang mustinya kita torehkan di sini.. bukannya berbuat zalim dan menyengsarakan umat yang lain. Meski di atas kezaliman barangkali kita memperoleh kenikmatan dunia.. popularitas, kekayaan, kedudukan, atau kekuasaan, tapi apalah artinya jika ketenangan batin dan jiwa tak kita dapatkan.

Legowo berarti juga berani mendudukan setiap perkara pada tempatnya. Apapun dan di mana pun tempat itu berada, sikap legowo selalu bernilai luhur.. Meski tampuk kekuasaan dan kedudukan tinggi tak lagi dipegang, namun sikap legowo selalu menaruh seseorang pada posisi luhur sebagai manusia yang arif dan bijaksana..

Semoga kepasrahan total pada Yang Maha Kuasa menghampiri sang Jenderal agar ketenangan batin dan jiwa senantiasa menaungi kehidupan beliau di dunia maupun di akherat kelak.. dan bangsa ini tumbuh menjadi bangsa yang arif dan bijaksana, menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.. Semoga lekas sembuh Jenderal!

(*pic taken from here )


Read more...