Oscar the Grouch & Diogenes

 Friday, August 05, 2011



Siapa yang suka nonton film anak-anak "Sesame Street", pasti tahu Oscar the Grouch. Sesosok makhluk berwarna hijau yang sinis, suka menggerutu dan tinggal di dalam sebuah tong sampah. Lalu, siapakah gerangan Diogenes?


Diogenes adalah salah satu tokoh terkenal dari aliran filsafat sinisme yang didirikan oleh Antisthenes di Athena sekitar tahun 400 SM. Antisthenes merupakan salah satu murid Socrates yang amat tertarik pada kesederhanaannya. Nah, Diogenes merupakan murid dari Antisthenes. Konon ia hidup di dalam sebuah tong, ia tak memiliki apa pun kecuali sebuah mantel, tongkat, dan kantung roti. Kendati demikian, ia tetap berbahagia. Pernah suatu ketika, Alexander Agung datang mengunjunginya, saat itu Diogenes sedang duduk menikmati cahaya matahari. Alexander Agung kemudian bertanya padanya sambil berdiri di hadapannya, apakah dirinya dapat membantu Diogenes, adakah sesuatu yang diinginkan Diogenes. Lantas Diogenes pun menjawab "ya". "Bergeserlah ke samping, anda menghalangi matahari", jawabnya kemudian. Dengan begitu Diogenes membuktikan bahwa dirinya tak kalah bahagia dan kaya dengan manusia agung di hadapannya itu.

Motto aliran filsafat sinisme ini adalah, "Begitu banyak benda yang tidak aku butuhkan," yang merupakan salah satu pernyataan Socrates. Kaum sinis percaya bahwa orang tidak perlu memikirkan kesehatan diri mereka. Bahkan penderitaan dan kematian tidak boleh mengganggu mereka. Mereka pun tidak boleh tersiksa karena memikirkan penderitaan orang lain.

Diogenes konon juga sering membenci orang, sangat sinis, begitu pun Oscar the Grouch. Keduanya juga suka menggerutu, dan sama-sama tinggal dalam sebuah tong! :)
Berikut saya cuplikan beberapa pernyataan Oscar the Grouch yang sinis saat berdialog dengan Kermit the Frog dalam salah satu episode "Sesame Street" :

Kermit the Frog: Uh, public affairs and news? McNeill-Lehrer? Bill Moyers?
Oscar the Grouch: Not my cup of mud.

Oscar the Grouch: [on Pledge Drives] Now that was television! Why can't they do shows like that more often? Well it doesn't matter 'cause I taped it and now I can watch it any time I want. I'm a lucky grouch.

Kermit the Frog: Hi ho there. This is Kermit the Frog and I'm here to find out why Oscar the Grouch likes public television.
Oscar the Grouch: I don't like public television!

Kermit the Frog: How about live concerts?
Oscar the Grouch: I prefer recorded concerts on badly scratched records.
Kermit the Frog: How about movie classics in the original black and white without interruptions?
Oscar the Grouch: I prefer colorized versions with lots and lots of commercial interruptions!


Ide tentang persamaan antara Si Oscar dan Diogenes ini muncul ketika saya membaca novel filsafat "Dunia Sophie" karya Jostein Gaarder saat kuliah dulu. Ya begitulah, pada saat yang kurang lebih sama, tv lokal memang sedang gencar-gencarnya menayangkan serial Sesame Street. Tatkala saya menonton salah satu episode Sesame Street yang sedang menceritakan si Oscar ini, benak saya teringat akan sosok yang tinggal di dalam sebuah tong yang diceritakan di novel "Dunia Sophie" itu.. Hmm... Mereka punya kesamaan, sepertinya ide awal diciptakannya sosok Si Oscar ini memang datang dari salah satu tokoh aliran filsafat sinisme yang cukup terkenal itu!! (*saya belum cari tahu nih..)

Read more...

Poligami dalam Pandanganku.. (part 1)

 Monday, August 01, 2011

Isue poligami menyeruak tatkala seorang da’i yang sedang di puncak karirnya mengaku pada public bahwa dirinya telah menikahi seorang perempuan setelah istri pertamanya. Sontak public kaget tak percaya bahkan kecewa, terutama ibu-ibu yang selama ini menjadi fans beratnya.

Poligami bagi perempuan bisa jadi tak ubahnya mimpi buruk. Perempuan mana sih yang mau dimadu?? Saya pun termasuk yang merasa tidak sanggup kalau harus menjalani poligami, meski saya tidak menyalahkan mereka yang mempraktekannya.

(Sebelum akhirnya sedikit demi sedikit mulai memahami mereka yang memilih poligami) dulu saya sempat sangat antipati sama yang namanya poligami, apalagi perselingkuhan. Begitu gencarnya saya menyuarakan anti poligami. Saya dukung habis-habisan mereka yang juga memiliki pendapat sama. Bahkan saya sempat mengisi sebuah artikel tentang poligami di majalah tempat dulu saya bekerja sebagai reporter. Badriyah Fayumi, anggota DPR-RI komisi VII periode 2004-2009 waktu itu, salah satu nara sumber yang sempat saya wawancara untuk dimintai tanggapannya mengenai poligami. Beliau yang memang sudah sangat mafhum dengan dinamika urusan perempuan ini pun termasuk yang menentang poligami.

Beberapa kalangan menyebut poligami sebagai emergency exit. Artinya ketika nafsu berahi sudah tak sanggup dibendung, maka poligami bisa menjadi jalan keluar darurat, begitu kira-kira. Alhasil dengan begitu, poligami jadi identik dengan nafsu berahi semata, padahal poligami yang dijalankan oleh Rasulullah Muhammad saw, amat jauh dari urusan semacam itu. Mereka yang menyebut poligami sebagai sunnah Rasul, lantas menyebutnya sebagai emergency exit malah telah mengecilkan makna poligami yang dijalankan Rasul yang sesungguhnya amat mulia. Dan secara tidak langsung telah mengecilkan makna ke-Islaman itu sendiri.

Kita semua tahu bahwa pernikahan-pernikahan Muhammad saw dilandaskan atas dasar kemanusiaan, keadilan dan misi beliau dalam menyebarkan agama Islam. Penting pula untuk diingat bahwa Nabi tidak mengambil istri lain selama 17 tahun pernikahannya dengan Khadijah (hingga beliau wafat). Pun, beberapa istri Nabi sesudah Khadijah, adalah janda-janda yang ditinggal mati suami dalam peperangan. Beberapa di antaranya bukanlah perempuan muda dan cantik. Misi Nabi saw dalam berpoligami jauh lebih besar dan mulia dari sekedar menuruti hawa nafsu belaka. Dan bukannya tanpa masalah, manusia mulia setaraf Nabi pun bahkan tak lepas dari riak-riak gelombang pasang-surut pernikahan poligami. Jelas poligami memang bukan hal yang mudah untuk dijalankan, bahkan Allah SWT pun perlu 'menggaris-bawahi'nya dalam kitab suci-NYA.

Bersambung..

Read more...