POLEMIK MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL

 Monday, December 24, 2012

Mengucapkan selamat Natal pada umat Kristiani, sejak dulu selalu menjadi polemik di kalangan umat Muslim. Beberapa kalangan bahkan mengategorikannya haram, MUI (Majelis Ulama Indonesia) pun menghimbau umat Muslim untuk tidak usah mengucapkan selamat Natal. Ah.. sedih rasanya melihat fenomena semacam ini..

Saya bukan ahli agama, namun berdasarkan yang saya baca dari beberapa sumber otentik, Khomeini, seorang Imam Besar, Pemimpin Revolusi Islam di Iran yang bisa dibilang ‘garis keras’ bahkan tak sungkan mencurahkan rasa turut bersuka citanya pada umat Kristiani yang merayakan Natal. Ketika itu, pada suatu Natal di Paris, Imam Khomeini membagi-bagikan hadiah kepada warga Neauphel-le Chateau. Bingkisan itu biasanya berupa gaz (gula-gula), ajel (kacang atau buah kering), dan shireni (manisan) yang dibawa dari Iran oleh para Ikhwan. Setiap paket hadiah disertai pula dengan setangkai bunga. Ia tak segan menunjukkan cinta kasihnya terhadap mereka yang berbeda keyakinan. Ada seorang wanita yang terharu ketika menerima hadiah dari Khomeini, hingga air mata mengalir di pipinya. (sumber: "Potret Sehari-hari Imam Khomeini")

Lantas, saya juga ingat kisah Umar bin Khatab. Ketika itu ada seorang nenek Nasrani yang meminta bantuannya, Umar pun memberikan bantuan dengan tulus pada nenek tsb. Namun kemudian Umar bertanya, mengapa si nenek tidak memeluk Islam. Selang beberapa waktu kemudian Umar bin Khatab menyesali pertanyaan yang telah dilontarkannya pada sang nenek. Umar kemudian memohon ampunan pada Allah SWT karena telah berbuat sewenang-wenang terhadap nenek tsb dengan melontarkan pertanyaan itu.

Tidakkah kita belajar pada kebesaran hati orang-orang besar tsb. (semoga Allah SWT senantiasa selalu memberkahi mereka). Mereka beragama dengan penuh kerendahan hati, tidak congkak dan merasa paling benar!

Begitu pun dengan junjungan kita Rasulullah saw yang telah lebih dulu memberikan teladan yang sama. Suasana co-exist tercipta di zaman Rasul. Berkaitan dengan pluralisme, Nabi bersikap dengan suatu penghormatan kepada sesama seperti yang diperintahkan Tuhan. Sikap penghormatan itu didasarkan pada hubungan saling mengenal yang bersifat egaliter, hubungan yang bersifat horizontal dan setara. Hanya Tuhan yang mengetahui apa yang tersimpan di hati seseorang dan seberapa dalam kesalehan seseorang. (sumber: “Muhammad, Rasul Zaman Kita, oleh Tariq Ramadan)

Seperti halnya dengan tradisi spiritual dan keagamaan, seruan untuk bertemu, berbagi, dan hidup bersama harus selalu didasarkan pada tiga persyaratan berikut: berusaha mengenal satu sama lain, tetap bersikap tulus dan jujur selama bertemu dan berdebat, dan akhirnya, berusaha rendah hati menyangkut klaim kebenaran masing-masing. Itulah ajaran Nabi dalam berhubungan dengan orang-orang beriman dari agama lain. Ada pun argumentasi yang diketengahkan Nabi dilandasi oleh pengetahuan, ketulusan, dan kerendah hatian, yang menjadi tiga syarat penghormatan. (sumber: “Muhammad, Rasul Zaman Kita, oleh Tariq Ramadan)

Masing-masing agama memiliki cara berkhidmat kepada Tuhan dengan caranya masing-masing. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih apa yang diyakininya benar, tanpa harus mencederai mereka yang berbeda keyakinan. Sebaliknya menunjukkan penghormatan atas keyakinan yang dianut orang lain.

Al-Quran bahkan tidak menyerukan untuk memaksa orang dalam urusan agama dan bahkan lebih mengutamakan sikap hormat dalam kehidupan beragama:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Q.S. 49:13

Read more...

Hijab Tidak Identik dengan Akhlak yang Baik, apalagi Keimanan

 Saturday, December 08, 2012

Hijab seringkali jadi polemik di kalangan umat Muslim sendiri.Tidak sedikit dari mereka yang mengidentikan hijab dengan tingkat keimanan seseorang (perempuan). Pandangan ini menurut saya tidak tepat. Bagi saya, keimanan seseorang tidak identik dengan berhijab atau tidak. Keimanan seseorang hanya Allah SWT lah yang berhak memberikan penilaian.

Kemudian, permasalahan hijab lainnya adalah tentang kontroversi wajib tidaknya perempuan Muslim berhijab. Sejauh yang saya tahu, di Al-Qur’an memang secara jelas menganjurkan para perempuan untuk mengenakan pakaian yang menutupi aurat, seperti yang tercantum dalam ayat Al-Ahzab : 33, “Hai Nabi, katakanlah pada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu,dan isteri-isteri orang mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu… “.

Mengenai urusan hukumnya apakah berhijab itu wajib atau tidak, saya tidak memiliki wawasan yang memadai untuk menjawab hal ini.Tapi berkaitan dengan pengalaman berhijab sendiri, saya pribadi merasakan lebih nyaman berhijab ketimbang tidak berhijab jika keluar rumah atau bertemu lawan jenis yang bukan mahram.

Mungkin setiap perempuan yang berhijab memiliki pengalaman dan kesan yang berbeda-beda tentang urusan berhijabnya. Namun, yang akan saya bahas di sini adalah tentang pandangan yang menyimpulkan bahwa mereka yang berhijab, akhlaknya atau keimanannya pasti lebih baik dari mereka yang tidak berhijab. Menurut saya pandangan tersebut terlalu menyederhanakan masalah. Saya tidak memungkiri banyak mereka yang berhijab berakhlak baik; memiliki karakter dan kepribadian yang baik, tidak merugikan orang lain dan berguna bagi sesama umat manusia, bahkan alam dan sekitarnya (kalau urusan iman, biarlah Allah SWT semata yang berhak menilai). Begitu pun mereka yang tidak berhijab, cukup banyak juga saya temui di kalangan ini yang berakhlak baik seperti itu.

Sementara yang karakternya kurang menyenangkan dan bahkan merugikan orang lain juga pernah saya temui di kalangan mereka yang berhijab maupun yang tidak. Kalau rasionya berapa, saya tidak tahu, karena belum pernah melakukan riset betulan. Kesimpulan ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi saja.

Intinya, bagi saya, mereka yang memiliki pandangan bahwa yang berhijab pasti lebih baik akhlaknya dari mereka yang tidak, rasanya terlalu ‘sempit’ menilai, dan ya itu tadi tidak tepat dan terlalu menyederhanakan masalah. Yang saya lihat, pada kenyataannya tidak begitu. Cukup sering saya mendapati beberapa dari kalangan yang berhijab seringkali ‘gatel’ menilai orang lain secara picik, bahkan mengumbar aib, ‘menikam’ dari belakang, dan (meminjam istilah yang pernah ditulis oleh Andang Bachtiar di salah satu status FB-nya) miskin jiwa kaya akan ria, serta perilaku-perilaku lainnya yang rasanya tidak elok saja. Sementara malah ada yang tidak berhijab karakternya malah jauh lebih baik dari perilaku semacam itu. Jadi saya memang tidak menemukan pandangan bahwa "yang berhijab pasti lebih baik akhlaknya dari yang tidak berhijab", benar atau tepat adanya.

Namun, saya tetap menghargai pilihan mereka berhijab (sesuai syar’i tentunya, bukan yang berhijab tapi masih menonjolkan lekuk–lekuk tubuh yang ‘mengundang’). Hanya saja jika berhijab diidentikan dengan akhlak yang baik apalagi keimanan, rasanya kurang tepat saja.

Read more...

The Funny Creature of All Times

 Thursday, November 15, 2012

Jika ditanya makhluk macam apakah yang membuat saya geli, maka jawabannya adalah bencong. Ya, bencong bagi saya merupakan makhluk yang lucu. Sosoknya hampir selalu membuat saya  tertawa geli, bahkan hingga ngakak terpingkal-pingkal.

Ingat tidak sosok Betty yang diperankan Alm. Benyamin Sueb, di film "Betty Bencong Slebor" yang dirilis tahun 70-an?  Saya paling tidak tahan liat aksi  aktor favorit saya itu memerankan Betty, si bencong slebor. Penampilannya mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki benar-benar lucu. Sosok "gagah" pria yang berdandan ala perempuan; bersanggul, bibir diberi gincu merah, sepatu hak tinggi jaman jebot, ditambah pula dengan suara sengau khas bencong plus gerakan-gerakan 'gemulai'-nya.


Belum lagi ditambah aksi-aksi  khas bencong lainnya, seperti  lari terbirit-birit sambil nyeker dikejar-kejar petugas keamanan, sambil tak lupa menjinjing sepasang sepatu hak tingginya. Atau juga aksi nyanyinya yang mana  suara sengaunya itu diringi alat musik "jebred", atau kicrikan. Juga sapaan khas-nya, "salamm mlekuuumm, sepadaa... slamet siang, tuaan...!!", atau juga aksi toel sana, toel sini-nya sembari merayu  di sela-sela nyanyiannya, "ayooo dong, tuaan.. kasih ejke gopeeek ajjaaa... kan kite udeh nyanyi ame ajojing... !!". Lantas juga aksi ngambek-nya kalau permintaannya tidak digubris, "dasar lu yee pelit.. gue kemplang baru tau rassyaa.. sompreett!! 


Aksi-aksi  khas bencong seringkali mengundang gelak tawa, dan diakui atau tidak  jadi hiburan tersendiri, bahkan juga jadi ladang duit. Banyak lelucon yang disajikan dalam program televisi atau juga film dan bacaan menyajikan  bencong sebagai salah satu materinya. Kendati tidak selalu lucu, tapi pamor bencong sebagai objek lucu-lucuan tampaknya cukup laris di pasaran. Liat saja dari sejak jaman tv hitam putih  hingga jaman teknologi touch screen seperti sekarang ini, aksi bencong tidak pernah benar-benar hilang pamornya. Dan, tidak hanya di Indonesa saja, di luar negeri juga rupanya sama.


Fenomena makhluk yang satu ini  rupanya memang merupakan  objek humor  universal. Terkadang fenomena bencong pun disisipkan dalam sebuah kisah yang  serius, baik itu drama atau thriller sekalipun. Sosok bencong ditampilkan sepertinya memang untuk 'mencairkan' suasana. Biasanya adegan-adegan khas bencong yang mengundang geli  ditampilkan dalam moment-moment seperti di  salon, atau (maaf)  prostitusi jalanan. Ada juga yang ditampilkan dalam bentuk lainnya, misalnya penyamaran pria sebagai wanita untuk mencapai tujuan tertentu, seperti  aksi penyamaran Robin Williams dalam film "Mrs. Doubtfire", atau  Dustin Hoffman dalam film tahun 80-an , "Tootsie".


Begitulah, sosok bencong bagi saya memang selalu mengundang geli. Jujur saja terkadang dalam kemasan humor  yang 'seadanya' pun, saya suka tidak tahan untuk sekedar tersenyum geli sendiri (jika tidak, malah tergelak). Apalagi jika ada aksi kejar-kejaran, baik itu bencong yang dikejar petugas keamanan atau sebaliknya bencong yang mengejar-ngejar 'mangsa', seperti aksi Candil mantan vocalist Serieus Band dalam film "Tarix Jabrix I" yang berperan sebagai bencong pengamen jalanan. Atau juga aksi Aming di acara komedi Extravaganza dulu. Tak ketinggalan juga aksi (yang bisa jadi norak), seperti Tessie Srimulat dengan gerakan khas-nya, tangan ngeglosor saat hendak berpangku dagu, plus geliat-geliat kocaknya saat hendak memalingkan muka.


Saya tidak membahas urusan  gender beserta tetek bengeknya di sini, saya hanya sedang ingin menceritakan salah satu creature yang bagi saya memang  lucu dan bikin geli. Jujur saja, bagi saya aksi lucu khas mereka itu baik dalam sebuah fiksi maupun real, bikin saya terhibur. Kecuali jika sudah bertindak kriminal dan asusila atau aksi mengganggu keamanan lainnya, boro-boro pengen ketawa, yang ada malah pengen 'ngebasmi'.. weeewww!! :d


 (foto-foto diambil dari youtube, reelist.com, kapanlagi.com, google (yang tidak jelas sumbernya))



Read more...